Thursday 20 November 2014

Berbagai Reaksi Terhadap Kenaikan Harga BBM Bersubsidi

Kali ini gue akan mengetengahkan fenomena yang sedang Happening baru-baru ini, mungkin ulasan ini akan sedikit Mainstream, Cuma hal ini sangat mengusik gue untuk di ulas. Sebagai warga Negara Indonesia tulen (ini dibuktikan dengan warna kulit gue yang eksotis), gue selalu mengikuti berita-berita yang terjadi dalam negeri, salah satunya yang mengundang banyak pro dan kontra yaitu tentang ‘naiknya’ harga BBM (bahan bakar minyak). Berbagai macam reaksi pun timbul ketika Bapak Presiden mengumumkan kenaikan BBM tersebut. Entah mengapa, tiba-tiba orang pada latah ke SPBU untuk sekedar “Farewell party” dengan harga BBM yang lama. Karena jarak rumah gue dengan SPBU yang lumayan dekat, ngesot aja semenit nyampe, gue sempetin untuk mengintip apa yang terjadi. GILA antrianya sepanjang 200 meter dengan lebar jalan 6 meter dan itu penuh dengan kendaraan bermotor.



Penampakan Antrian di SPBU deket rumah gue
FYI aja yah gaes, pada saat itu pembelian BBM dibatasi, 10 ribu untuk kendaraan bermotor roda dua dana 50 ribu untuk kendaraan roda empat. Jadi orang ngantri sepanjang itu untuk mendapatkan beberapa tetes BBM bersubsidi.
Diantara banyak pengantri BBM tersebut, nyempil  sejawat gue, sebut saja Brian. Ini anak sejak bensin harganya 4500 sampai naik ke 6500 lalu naik lagi ke 8500 masih saja menyandang gelar jomblo, bayangin aja waktu selama itu kalo dibuat kuliah bisa dapat gelar magister. Brian, M.JD wih keren kan, Brian Magister Jomblo Dobol. Brian ini salah satu jomblo yang sangat pandai memanfaatkan moment, yah walaupun sering berakhir miris, tapi gue hargain effort-nya  sangat besar untuk melepas status jomblonya. Nah pada moment ini dia gunain buat sekedar nyari kenalan di SPBU tempat mengantri BBM, katanya sih “Ikutan ngantri ah wid, sapa tau ada bidadari yang turun ke bumi ikutan antri BBM bersubsidi wid, gak peduli aku kalo cuman dapet jatah beli bensin 10 ribu, yang penting dapet gebetan baru”. Sayangnya semangat menggebunya tak diimbangi dengan pengamatan yang matang. Pada jam 10 malam seperti itu mana ada cewek cantik yang mau ngantri demi beli bensin yang cumah dijatah 10 ribu, yang ada ibu-ibu setengah mangkak yang ikutan “farewell party” di SPBU. Alhasil? #MirisUntukKesekianKali #PrayForBrian
Sedangkan di dalam rumah gue sendiri tak seheboh antrian di SPBU. Reaksi kedua ortu gue sangatlah nyantai, gak ada niat sedikitpun buat ikut-ikutan latah ngantri di SPBU. “wes lah kalo mau naik biar naik aja BBMnya, yang penting barange ada dan bisa beli pak” dengan logat medoknya ibuk bilang ke bapak. “la iyo buk, bene lah, emang udah waktunya BBM harganya naik, gak usah bingung lah, ojo kaya si widi BBM centang ae uring-uringan” kata bapak merujuk ke Blackberry messenger gue yang sering tjentang.
Reaksi yang sedikit nggak umum ditunjukkan oleh tetangga sebelah rumah gue, mas Ratno dan mbak Ratmi, pasangan pengantin yang masih dalam masa Ngrayen. Udah kayak motor baru aja di rayen, bedanya kalo motor baru ada lobang dihindari, lah kalo pengantin baru ada lobang ditubruk aja. Terdengar samar-samar percakapan mereka, yang kurang lebih begini isi percakapnnya,
Mas Ratno: dhek, mas keluar dulu yah, mau ke pom bensin.
Mbak Ratmi: lah, mau ngapain mas jam segini kok ke pom bensin sih?
Mas Ratno: lah, dhek Ratmi gak tau to, BBM besok harganya naik, mas mau ikutan ngantri BBM.
Mbak Ratmi: mas sini deh deketan, (suara mbak Ratmi semakin samar-samar) aku nggak peduli mas BBM harganya naik, yang penting sekarang celanamu turunin sekarang, trus kalo mau keluar, keluarin di dalam aja mas, ben ndang dadi dedek bayi.
--------------------Kemudian Hening-----------------------
Bersamaan dengan saat itu, social media pun tak kalah heboh. Salah satunya banyak para netizen yang kreatif membuat plesetan BBM yang subsidinya dikurangi dengan BBM yang sering centang. Salah satunya guyonan seperti ini “Sakitan mana? BBM harganya naik atau BBM hanya di read doang kayak Koran”. Atau gak seperti gambar di bawah ini.
Terlepas dari semua reaksi yang ada disekitar gue, masih ada aja beberapa pihak yang bersitegang. Ada pihak pro dan kontra (merujuk pada pendukung di pilpres kemarin) saling beradu argument. Sebagai rakyat biasa yang sangat awam tentang urusan pemerintahan, gue sangat menyesalkan perdebatan yang mereka lakukan. Ada yang menghina, mencela, dan membela. Bukankah persatuan itu lebih penting gaes. Ya sudahlah sih BBM naik, kita hormati yang sudah jadi ketetapan. Seyogyanya kita sebagai warga Negara yang baik, kita dukung dan mengawasi. Kalau sekiranya benar adanya kita temui penyelewengan disekitar kita, laporkanlah lewat media social atau pihak yang berwenang. Kalau lewat pemberitaan medsos aja, seorang penambal ban cantik dan pedagang warung kopi cantik bisa terkenal, apa susahnya melaporkan kecurangan yang dilakukan oleh pihak-pihak yang seharusnya mengabdikan dirinya untuk Negara. Sekiranya hal kecil semacam ini bisa lebih efektif dan bermanfaat daripada hanya mencela tanpa ada solusi.

No comments:

Post a Comment

Followers