Kali ini gue akan mengetengahkan fenomena
yang sedang Happening baru-baru ini,
mungkin ulasan ini akan sedikit Mainstream,
Cuma hal ini sangat mengusik gue untuk di ulas. Sebagai warga Negara Indonesia
tulen (ini dibuktikan dengan warna kulit gue yang eksotis), gue selalu
mengikuti berita-berita yang terjadi dalam negeri, salah satunya yang
mengundang banyak pro dan kontra yaitu tentang ‘naiknya’ harga BBM (bahan bakar
minyak). Berbagai macam reaksi pun timbul ketika Bapak Presiden mengumumkan
kenaikan BBM tersebut. Entah mengapa, tiba-tiba orang pada latah ke SPBU untuk
sekedar “Farewell party” dengan harga BBM yang lama. Karena jarak rumah gue
dengan SPBU yang lumayan dekat, ngesot aja semenit nyampe, gue sempetin untuk
mengintip apa yang terjadi. GILA antrianya sepanjang 200 meter dengan lebar
jalan 6 meter dan itu penuh dengan kendaraan bermotor.
Penampakan Antrian di SPBU deket rumah
gue
FYI aja yah gaes, pada saat itu pembelian BBM
dibatasi, 10 ribu untuk kendaraan bermotor roda dua dana 50 ribu untuk
kendaraan roda empat. Jadi orang ngantri sepanjang itu untuk mendapatkan
beberapa tetes BBM bersubsidi.
Diantara banyak pengantri BBM tersebut, nyempil sejawat gue, sebut saja Brian. Ini anak sejak
bensin harganya 4500 sampai naik ke 6500 lalu naik lagi ke 8500 masih saja menyandang gelar jomblo,
bayangin aja waktu selama itu kalo dibuat kuliah bisa dapat gelar magister. Brian, M.JD wih keren kan,
Brian Magister Jomblo Dobol. Brian ini salah satu jomblo yang sangat pandai
memanfaatkan moment, yah walaupun sering berakhir miris, tapi gue hargain effort-nya sangat besar untuk melepas status jomblonya. Nah
pada moment ini dia gunain buat sekedar nyari kenalan di SPBU tempat mengantri
BBM, katanya sih “Ikutan ngantri ah wid, sapa tau ada bidadari yang turun ke
bumi ikutan antri BBM bersubsidi wid, gak peduli aku kalo cuman dapet jatah
beli bensin 10 ribu, yang penting dapet gebetan baru”. Sayangnya semangat
menggebunya tak diimbangi dengan pengamatan yang matang. Pada jam 10 malam
seperti itu mana ada cewek cantik yang mau ngantri demi beli bensin yang cumah
dijatah 10 ribu, yang ada ibu-ibu setengah mangkak
yang ikutan “farewell party” di SPBU. Alhasil? #MirisUntukKesekianKali
#PrayForBrian
Sedangkan di dalam rumah gue sendiri tak seheboh
antrian di SPBU. Reaksi kedua ortu gue sangatlah nyantai, gak ada niat
sedikitpun buat ikut-ikutan latah ngantri di SPBU. “wes lah kalo mau naik biar
naik aja BBMnya, yang penting barange ada dan bisa beli pak” dengan logat
medoknya ibuk bilang ke bapak. “la iyo buk, bene lah, emang udah waktunya BBM
harganya naik, gak usah bingung lah, ojo kaya si widi BBM centang ae
uring-uringan” kata bapak merujuk ke Blackberry messenger gue yang sering
tjentang.
Reaksi yang sedikit nggak umum ditunjukkan
oleh tetangga sebelah rumah gue, mas Ratno dan mbak Ratmi, pasangan pengantin
yang masih dalam masa Ngrayen. Udah kayak
motor baru aja di rayen, bedanya kalo
motor baru ada lobang dihindari, lah kalo pengantin baru ada lobang ditubruk
aja. Terdengar samar-samar percakapan mereka, yang kurang lebih begini isi
percakapnnya,
Mas Ratno: dhek, mas keluar dulu yah, mau ke
pom bensin.
Mbak Ratmi: lah, mau ngapain mas jam segini
kok ke pom bensin sih?
Mas Ratno:
lah, dhek Ratmi gak tau to, BBM besok harganya naik, mas mau ikutan ngantri
BBM.
Mbak
Ratmi: mas sini deh deketan, (suara mbak Ratmi semakin samar-samar) aku nggak
peduli mas BBM harganya naik, yang penting sekarang celanamu turunin sekarang,
trus kalo mau keluar, keluarin di dalam aja mas, ben ndang dadi dedek bayi.
--------------------Kemudian
Hening-----------------------
Bersamaan dengan saat itu, social media pun
tak kalah heboh. Salah satunya banyak para netizen
yang kreatif membuat plesetan BBM yang subsidinya dikurangi dengan BBM yang
sering centang. Salah satunya guyonan seperti ini “Sakitan mana? BBM harganya
naik atau BBM hanya di read doang kayak
Koran”. Atau gak seperti gambar di bawah ini.
Terlepas dari semua reaksi yang ada disekitar
gue, masih ada aja beberapa pihak yang bersitegang. Ada pihak pro dan kontra (merujuk
pada pendukung di pilpres kemarin) saling beradu argument. Sebagai rakyat biasa
yang sangat awam tentang urusan pemerintahan, gue sangat menyesalkan perdebatan
yang mereka lakukan. Ada yang menghina, mencela, dan membela. Bukankah persatuan
itu lebih penting gaes. Ya sudahlah
sih BBM naik, kita hormati yang sudah jadi ketetapan. Seyogyanya kita sebagai
warga Negara yang baik, kita dukung dan mengawasi. Kalau sekiranya benar adanya
kita temui penyelewengan disekitar kita, laporkanlah lewat media social atau
pihak yang berwenang. Kalau lewat pemberitaan medsos aja, seorang penambal ban
cantik dan pedagang warung kopi cantik bisa terkenal, apa susahnya melaporkan
kecurangan yang dilakukan oleh pihak-pihak yang seharusnya mengabdikan dirinya
untuk Negara. Sekiranya hal kecil semacam ini bisa lebih efektif dan bermanfaat
daripada hanya mencela tanpa ada solusi.
No comments:
Post a Comment